Minggu, 27 Desember 2015

(resensi film) 3 - Alif Lam Mim

"Ini film kerennya kebangetan" 

itu adalah pikiran yang berkecamuk sepanjang saya menonton film ini. Namun sayang, seperti beberapa film Indonesia bagus yang lain, di bioskop hanya terdapat sedikit penonton.

Jujur, ekspektasi saya saat hendak menonton film ini cukup tinggi. Entah ekspektasi atas tawaran konflik yang disajikan, maupun ekspektasi akan keaktoran para pemeran yang beberapa di antaranya adalah aktor favorit saya seperti Abimana dan Agus Kuncoro.



Film dibuka dengan perjalanan paparan dan cuplikan media dari saat ini (2015) menuju ke waktu ketika cerita ini berlangsung di tahun 2050an. Di film ini digambarkan, pada tahun 2050an Jakarta (dan Indonesia?) sudah menjadi sebuah negara liberal. Pada tahun tersebut juga digambarkan bahwa orang Jakarta sudah merasa malu beragama. Konflik dimulai saat Alif, yang dimainkan oleh Cornelio Sunny melakukan penyergapan namun Target Operasi terbunuh sehingga Alif mendapatkan hukuman. 

Adegan kemudian berlanjut dengan pola mundur menggambarkan Alif dengan kedua sahabatnya Lam dan Mim, di masa lalu, saat menuntut ilmu di pondok.