Selasa, 01 Maret 2016

Dua Jembatan dan Satu Hutan (bagian 1 dari 3)

Mimpi dikenal sebagai kembang tidur. Dalam pelajaran agama yang saya pelajari saat SMP, mimpi dibagi tiga jenis: gangguan setan, kembang tidur dan salah satu bentuk petunjuk bagi orang yang beriman. Ketiganya pernah saya alami. Ketiganya (pernah) saya yakini.

Ketika SMP saya seringkali mimpi tentang hari kiamat, dengan berbagai versinya. Dalam beberapa mimpi saya melihat langit runtuh, di mimpi lain saya menjemput beberapa orang dan menyelamatkan mereka dari bencana beruntun, kadang saya mimpi bertarung melawan Dajal dan Ya'juj Ma'juj (yang dalam mimpi saya berbentuk monster besar dan pasukan orang dan monster kecil). Mimpi jenis ini bisa saya kategorikan sebagai mimpi gangguan setan atau yang biasa kita sebut dengan mimpi buruk a.k.a nightmare.

Dalam jenis mimpi 'gangguan setan' lain tak jarang saya mimpi tentang pembunuhan, dikejar-kejar setan, saya menyaksikan diri saya dibunuh, jatuh dari tebing dan lain sebagainya. Hal yang menarik adalah dalam mimpi saya dahulu, saya bisa breaking the 4th wall (walaupun saat itu saya belum familiar dengan istilah tersebut). Dalam beberapa mimpi buruk saya bisa pause, fast forward, bahkan mengganti channel dan tentunya saya bisa berbicara kepada penonton dari mimpi tersebut, yaitu saya sendiri. Dan pesan yang sering saya sampaikan menghancurkan tembok keempat tersebut adalah: "Eh ini kan cuma mimpi, bangun ah" atau "Ya Allah bangunkan hamba dari mimpi buruk ini".

Sayangnya 'kemampuan' tersebut tidak berlaku untuk mimpi indah yang juga dikenal sebagai kembang mimpi. Dalam mimpi saya seringkali baper. Kadang mimpi adegan romansa, kadang mimpi menjadi Spiderman, dan paling sering adalah mimpi makan (maklum dulu untuk makan enak adalah hal yang sangat sulit bagi saya).

Pada saat itu hidup lumayan sulit dan menegangkan, terutama saat penculikan aktivis dan pembunuhan ulama sejak 96, reformasi 98, dan rusuh Sidang Istimewa 99. Satu-satunya hiburan paling menyenangkan bagi saya adalah tidur dan bermimpi. TV yang pernah menjadi warna kental dalam hidup saya pun hanya menyenangkan pada saat minggu pagi, untuk menonton film kartun, dan jumat malam untuk menonton 'SmackDown'. Tidur menjadi hiburan tersendiri karena sebelum tidur pasti saya berniat untuk bisa mimpi indah yang isinya adalah bertemu dengan dambaan hati dan makan makanan enak.

Pada saat SMA mimpi-mimpi yang saya alami lebih bervariasi. Di sini mulai saya merasakan (ingat ya hanya merasakan, ini perasaan belum tentu kenyataan) mimpi sebagai petunjuk bagi orang yang beriman. Sejak akhir SMP saya sudah sering menantang keimanan saya dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan fundamental. Beberapa mimpi di SMA menjadi pertanda dari suatu hal yang terjadi di alam nyata. Salah satu kejadian yang paling saya ingat adalah saya mengetahui bahwa sahabat saya sudah jadian dengan gebetan saya, justru dari mimpi.

Mimpi yang menjadi petunjuk ini pun berlanjut hingga beberapa saat kemudian setelah SMA, terutama saat kuliah, saat saya menjadi petualang spiritual. Beberapa mimpi terkini pun masih sering menyiratkan tanda. Seperti salah satunya adalah mimpi saya bersama seseorang, berjalan bergandengan tangan, melewati dua jembatan dan satu hutan. Kemudian di tepi hutan orang tersebut pergi meninggalkan saya karena sudah dijemput oleh seorang pria tampan dalam mobil sedan hitam mengkilat.

Di alam nyata kami sudah melewati satu jembatan bersama. Beberapa saat kemudian kami baru menyadari tentang mimpi tersebut. Entah dua jembatan dan satu hutan dalam mimpi ini memiliki arti denotatif maupun konotatif. Namun yang jelas ada kesedihan yang perlahan merambat, menyadari bahwa perpisahan sudah semakin dekat. Rasa khawatir dan cemas akan masa depan semakin mengada. Tapi mimpi hanyalah mimpi, walau kadang menjadi pertanda.

Berawal dari sebuah akhir, Mimpi hari ini pun dapat diwujudkan (atau terwujud) di kemudian hari. Sebagaimana deadline dibuat bukan sekadar untuk menentukan kapan akan berakhir, namun juga untuk menentukan kapan harus dimulai dan bagaimana akan dijalankan. 'Dua Jembatan dan Satu Hutan' adalah mimpi dari sebuah kenyataan yang bagaimanapun juga harus tetap dijalani, dengan kesadaran.

Tidak ada komentar: