Senin, 27 April 2015

(review film) Melancholy is a Movement


Kesan pertama yang saya dapatkan saat melihat poster film ini adalah nilai estetika yang akan memanjakan mata saya saat menyaksikan film. Maka tanpa ragu lagi saya masuk dan menonton film yang berjajar dengan #Furious7 di bioskop yang saya datangi. Tidak seperti film yang saya sebutkan pada kalimat sebelumnya, kursi di dalam studio film ini sangatlah lengang. Namun tak mengapa, saya mengosongkan ekspektasi apapun saat menonton film ini.

Adegan-adegan dimulai dengan peristiwa kehilangan. Kemudian ditingkahi oleh adegan-adegan dan dialog-dialog yang penuh makna tersirat namun tetap terdengar alami dan apa adanya, tidak dibuat-buat.

Poster Film Melancholy is a Movement

Konflik utama yang disajikan dalam film ini adalah gelisah batin Joko, seorang sutradara yang dikenal sebagai seorang idealis, dan anti untuk membuat film reliji. Namun karena kondisi ekonomi yang mendesak maka Jokow bersedia untuk membuat film reliji walau dengan ide yang tetap anti-mainstream. 

Film ini banyak menyajikan adegan-adegan yang memiliki nilai estetika tinggi dan penuh dengan permainan semiotika dan metafora. Film ini menjadi sebuah film yang indah sekaligus menggelitik kesadaran, terutama bagi mereka yang mengikuti dunia perfilman nasional.

Tidak ada komentar: